detak-palembang.com
Sampah memang suatu
yang sangat banyak ditemukan di berbagai kota. Limbah hasil rumah tangga, hasil
pabrik, dan banyak lagi yang menghasilkan limbah. Tercemarnya suatu ekosistem
juga diakibatkan kurangnya pengelolaan limbah yang dihasilkan homestay ataupun industri. Dilansir dari
tempo.co pada tanggal 21/12/2017, laut kutub utara juga sudah tercemar limbah
plastik. Limbah ini dating dari Eropa dan China. Limbah plastik mungkin tersapu
ke utara oleh arus laut dan angin. Ini membuktikan masih kurangnya pengelolaan
limbah yang datang dari homestay atau
industri. Berdasarkan data dari lingkunganhidup.co, kota – kota didunia
menghasilkan sampah plastik hingga 1,3 miliar ton setiap tahun. Menurut
perkiraan Bank dunia, angka ini akan terus bertambah hingga tahun 2025.
Pertumbuhan angka limbah plastik ini juga menjadi momok yang sangat serius
dalam pencemaran lingkungan. Tidak hanya hewan disekitar kita bahkan manusia
itu sendiri pun akan mengalami kesusahan apabila limbah yang tidak dapat
dikontrol dengan tepat ini. Bayangkan berdasarkan data di atas, seberapa luas
harus dibuat TPS (Tempat Pembuangan Sampah) untuk mencukupi tempat sampah ini.
Kesadaran akan
penggunaan limbah plastik masih kecil, apalagi dikalangan masyarakat kita
sendiri. Masih banyak masyarakat yang belum tahu akan akibat yang didapat
dengan limbah plastik yang tidak dikelola dengan baik. Baru – baru ini ada juga
kasus mamalia laut (ikan paus) mati di Thailand, didalam perutnya dipenuhi
sampah plastik (sumber pikiran rakyat). Tanpa sadar kita perlahan telah
menyebabkan kerusakan ekosistem.
Bagaimana jika sampah
plastik yang dihasilkan mengalahkan jumlah ikan ? Mungkin efeknya kita tidak
bisa lagi menikmati ikat hasil laut. Nelayan tidak bisa lagi menangkap ikan
dari laut. Setiap malaut, yang terjaring di jala para nelaayan tidak lagi ikan,
melainkan sampah plastik hasil dari kita sendiri. Pemerintah juga menurut saya
harus berperan aktif dalam penekanan jumlah produksi plastik. Dengan penyuluhan, mungkin. Pemerintah harus menunjukkan tindakan positifnya sebagai
lembaga yang meiliki power atau
kekuasaan. Jangan hanya sibuk bagi – bagi kue tanpa memperhatikan kesejahteraan
rakyat.
Krisis pengelolaan
sampah ini juga sangat mengkhawatirkan. Banyak sungai yang dulu terlihat cantik
dengan ekosisem disekitarnya. Tetapi sekarang sampah sampah plastik yang
terbuang sembarangan menghiasi bahkan menggunung disekitarnya. Air yang semula
jernih terlihat keruh akibat limbah itu. Ekosistem yang disekitarnya hijau kini
kelam tertimpa sampah plastik. Kita tidak bisa menyalahkan alam, kalau suatu
saat dia marah. Kemarahan alam tidak pernah main – main. Sekali alam marah
banyak kerusakan yang diakibatkan bahkan bisa menelan korban jiwa. Musibah yang
kita alami juga akibat dari perbuatan kita sendiri. Sembarangan membuang sampah
ke sungai, apabila hujan lebat mengakibatkan aliran sungai tersumbat dan
terjadilah bencana alam ataupun banjir. Banjir akan merusak daerah sekitar
sungai. Bahkan pemukiman warga disekitar sungai akan menelan pahitnya akibat
banjir ini.
Tetapi ada juga
masyarakat yang sangat peduli akan hal ini. Berdasarkan artikel yang saya abaca
pada tanggal 03/07/2018 dari tempo.co, desa di kabupaten Sleman, Yogyakarta mengelola
sampah sebagai bahan kerajinan tangan. Wisata yang berbeda dalam kancah tanah
air. Desa Ekowisata Pancoh itulah sebutan yang dating dari mereka. Dari tangan
ibu kreatif menghasilkan atau merubah sampah menjadi suatu hal yang menarik
untuk ditunjukkan. Kegiatan – kegiatan seperti inilah salah satu yang sangat
diperlukan untuk mengurangi sampah plastik.
Mengurangi sampah
plastik dimulai dari diri kita, dan memberikan sesuatu yang positif pada
lingkungan atau orang sekitar kita supaya memperkecil penggunaan plastik.
Menjaga kebersihan sekitar kita, dapat mengurangi polusi limbah. Ada satu hal
lagi, apabila anda sering menjadi wisatawan ke suatu daerah, gunakanlah bahan –
bahan yang memang ramah lingkungan. Hal ini juga akan menyebarkan kesadaran akan
penggunaan bahan plastik. |
No comments:
Post a Comment