Sabtu sore di lingkungan
proyek, Frans merupakan salah satu Head
Manager suatu perusahaan swasta mengajakku untuk ikut dalam acara barbecue bersama – sama. Perasaan ingin
menolak ajakan itu, tapi untuk menjalin hubungan kerja sama saya pun
meng-ia-kan permintaannya. Bersama dengan rekan kerja saya yang berkebetulan
satu wilayah tempat tinggal dengan saya, sama – sama dari Sumatera Utara. Frans
juga satu almamater denganku tetapi beda fakultas. Jadi tidak ada alasan untuk
menolak.
Minggu sore pukul 06.00 PM
Waktu Indonesia Bagian Barat, memang rasa malas untuk menghadiri acara tersebut
ada. Paksaan dari rekan saya pun datang.
“Bang. Ayok kita pergi, itu
bang Frans yang undang kemaren”. Kawan kerja sekaligus adik kelas ku di waktu
kuliah meminta dengan paksa, Yunanda namanya.
“Ri, kalian dimana? Kita mau
pergi sama – sama kan ?” salah seorang kawanku datang lagi mengajak.
Saya minta jaket warna biru
untuk dikenakan dalam acara itu, pada saat itu badanku memang terasa kurang fit.
Mobil Strada putih pun kami
naiki menuju acara tersebut. Informasi sebelunya, acara barbecue ini akan memanggang dagin Babi, daging Ayam, dan Jagung.
Panggangan sederhanapun disiapkan. Beberapa orang sudah asik menyalakan api dan
pada saat kami datang panggangan daging ayam sudah siap.
Lokasi sederha dengan tempat
peristirahatan pekerja ketika siang hari kami gunakan. Penerangan apa adanya.
Dengan bermodalkan baterai power bank
dipadu dengan lampu yang bisa menyimpan arus listrik jadi penerangan kami sore
menjelang malam itu. Frans datang dengan di ikuti seorang kawannya yang saya
tahu asalnya dari Flores. Dan saya pun mengambil daging ayam bagian sayap.
“Ku ambil dulu bagian sayap,
biar bisa terbang”. Celutukku dalam acara ini.
“Ia lah, ambil saja, ga usah
malu – malu, ya kan”. Frans menjawab.
Sekumpulan pekerjapun ikut
dalam acara ini, yang setelah saya perhatikan sebagian besar asalnya dari
wilayah timur, bsa dikatakan dari Flores. Yang juga sebagai peracik sekaligus chef dalam acara tersebut.
“Mantap !”. Kata itu keluar
dari mulut Yunanda.
“Oh, kalau di tempat saya
tinggal Flores, main bola belum bisa berhenti kalau belum ada baku pukul antara
kedua tim”. Sebut seorang yang dari Flores, namanya Martin.
Tertawalah kami, mendengar
ucapan dari orang Flores tersebut. O, ia … sebelumnya sudah ada pembicaraan
kami yang mengarah ke topic sepak bola.
Mario, orang Manado, ”wah,
memang tidak mengenal waktu, kemaren sempat viral itukan”. Mario sebagai salah
satu Safety Officer dilokasi kerja
kami.
Lambat laun, cerita pun
mengarah kembali ke masakan malam itu.
“Mantap juga sambal dengan
campur daging babi ini ya”. Frans menyabut pembicaraan.
Mereka sangat menghargai
kami, yang beragama Islam. Aku dan Yunanda pada saat itu. Terbukti dengan
menyediakan panggangan daging ayam dalam acara barbecue versi sederhana ini.
“Mereka berdua tidak bisa
makan daging seperti ini lae”. Katanya pada kawanku Lumbantoruan. Dia pun
menyambut dengan senyuman. (“lae” merupakan panggilan akrab orang batak dalam
perantauaan).
Frans pun menyambung bahan
cerita pengalamannya waktu kerja di Thailand.
“Waktu dulu kerja di
Thailand, disela kami libur, aku dan temanku orang Jepang berangkat ke pasar
ekstrim di sana untuk menikmati daging monyet”. Frans mulai bercerita.
Dari ceritanya, mereka
memperjualkan daging monyet, berikut otak dari monyet tersebut ikut dinikmati
yang dihidangkan mentah dikasi dengan campran merica. Orang Jepang ini
mengatakan khasiatnya sebagai penambah stamina. Segala jenis binatang ada di
pasar ekstrim tersebut. Mulai dari Ular, Kecoa, Monyet, Buaya, Tikus dan masih
banyak jenis hewan lainnya. Frans mengatakan cara penyajiannya tergantung pada
kita si pembeli.
“Di Manado juga pak, ada
pasar ekstrim, semua jenis hewan mulai dari tikus yang makan buah atau hama
padi juga ada disana, bahkan sudah menjadi barang langka dagingnya karena
sering diburu”. Celetuk Mario dengan logat khas Manado-nya.
Disitu saya sadar adanya
toleransi antar agama dalam acara tersebut. Dan banyak budaya yang masing –
masing memiliki ceritanya, mulai dari Batak, Flores, Manado, Bali, Melayu, Jawa
ada dalam acara barbecue versi
sederhana tersebut. Berbagai macam agama juga ada dalam cara kami pada sore
menjelang malam itu, mulai dari Islam, Hindu, Budha, Katolik dan juga
Protestan. Rasa Bhinneka Tunggal Ika tersirat dalam acara ini.
Tidak ada yang memandang
jabatan, umur, semua sama. Menikmati daging hasil dari chef ala kadarnya itulah yang menjadi fokus tujuan. Tidak ada yang
sikut – menyikut dalam acara barbecue
versi sederhana ini. Dan saya pun tergerak menulis cerita kami pada acara
Minggu, 26 Agustus 2018, barbecue
versi sederhana.
No comments:
Post a Comment